Kerja Sama Trilateral
Potong Birokrasi yang Berbelit
Ermalindus Albinus Joseph Sonbay
Patologi birokrasi yang akut telah mencerai Indonesia dalam banyak
bidang, khususnya dalam semangat mengedepankan transparansi dalam
birokrasi. Kehancuran negara yang didirikan Soekarno ini akhirnya
menjadi sesuatu yang nyata. Jakarta sentris yang berusaha dihapuskan
sejak reformasi bergulir hanyalah omong kosong belaka, bahkan tema ini
menjadi jualan politik yang basi. Semangat membangun daerah berbasis
otonomi terbentur strategi dan grand design pemerintah pusat yang
katanya gemuk dan busuk karena aroma polusi dan kemacetan yang tak
kunjung selesai. Untuk mengatasi kemacetan dan polusi serta berbagai
persoalan urban di Jakarta saja pemerintah tidak mampu, dan keadaan
terburuk dialami oleh jutaan penduduk yang tinggal jauh dari Jakarta.
Untuk mengurus daerah sendiri, seperti NTT, segala sesuatu harus datang
dari Jakarta. Jakarta bahkan tidak pernah memberikan kesejukan sedikit
pun. Jakarta bahkan tidak pernah tahu apa yang sudah begitu akut di
level akar rumput. Suara perubahan mentok karena hanya ditumpuk di
belakang meja para petinggi pemilik “RFS” yang katanya sejuk dengan AC
yang super elite.
Kerja sama trilateral berbasis semangat kedaerahan merupakan salah satu
bentuk kerja sama yang boleh jadi urgen untuk situasi NTT. Mengapa
potensi bertetangga dengan Timor Leste dan Negara Bagian Australia Utara
tidak bisa dibangun dengan mantap. Dilli-Kupang-Darwin [DKD] adalah
ideal mengembangkan potensi tiga wilayah yang masing-masingnya memiliki
sedikit kesamaan.
Darwin cenderung menjadi bagian yang agak ditinggalkan di Australia.
Timor Leste dan NTT juga terbelit dengan kasus kemiskinan dan
keterbelakangan warisan kolonialisme. Nah, untuk membuka mata
pusat-pusat pemerintahan yang korup dengan peselingkuhan tak senonoh
yang terus dilakukan dengan kalangan pemilik modal, kreativitas
anak-anak daerah menjadi sesuatu yang penting.
Ekspansi
Kerja sama DKD ini tidak sebatas kunjungan antar-wilayah dengan sajian
pertandingan olah raga semata. Ada banyak kajian yang bisa dilakukan,
ada banyak perubahan yang bisa terjadi. Kerja sama peternakan dengan
mengedepankan sistem peternakan modern. Tiga wilayah ini masuk dalam
kategori iklim yang tidak jauh berbeda karena keadaan geografis yang
berdekatan. Potensi ini makin kuat ketika secara kultur-agamis tiga
wilayah ini didominasi pula oleh kehadiran kekristenan. Saatnya memberi
nilai positif pada pemaknaan primordialisme.
Selanjutnya adalah garapan beberapa keutamaan daerah. Timor Leste
misalnya yang terkenal dengan kopi robusta dan arabicanya, pun
karakteristik portugalnya yang masih kuat, akan ada banyak peluang
mengeksplorasi situs-situs peninggalan dunia yang harusnya menjadi
warisan sejarah. Kerja sama trilateral ini tidak dimaksudkan untuk
berhenti pada pertukaran pelajar atau mahasiswa yang akan mentok di
level tertinggi yakni beasiswa studi sebagai kompensasi kerja sama atau
karena daerah yang lain telah dicurangi [Bdk. kasus celah Timor yang
membuat pemerintah Australia meningkatkan kuota siswa-mahasiswa dari
Timor Leste dan NTT untuk belajar di sana], kerja sama tidak menempatkan
yang lain berada di bawah, yang lain tak pantas disubordinasi.
Jika kera sama ini berkembang, bukan tidak mungkin wilayah Maluku dan
Papua juga dilibatkan atau mungkin juga wilayah Papua New Guinea [PNG].
Dan lahirlah liga daerah-daerah kecil di Barat Tengah Polinesia. Dan
jika daerah-daerah ini menjadi kuat. Untuk apalagi selalu mendengar kata
Jakarta, untuk apalagi tunduk pada kebijakan Canberra? Untuk apalagi
harus masuk dan menjadi bagian dari egoisme dan kedigdayaan
kapitalis-kapitalis ASEAN yang hanya meninggikan bukit hartanya dari
waktu ke waktu.
Selalu ada waktu untuk membuktikan bahwa kita bisa!!!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar